Sotarduganews.id ][ Kanit PPA Polda Jateng dengan inisial Kompol AS, dilaporkan karena adanya dugaan pelanggaran kode etik profesi saat menjalankan tugasnya di unit PPA Polda Jateng.
Saat korban pelecehan seksual didampingi oleh LRC-KJHAM datang ke Polda Jateng untuk membuat laporan atas peristiwa yang dialaminya tanggal 6 November 2022, Kanit PPA, Kompol AS bersikap menyudutkan korban saat berbicara dengan pendamping dari LRC-KJHAM dengan suara yang keras. Kanit PPA menyimpulkan kasus ini suka sama suka. Seketika itu juga korban menangis dengan histeris dan sedih mendengar perkataan seorang Kanit PPA.
Sikap dan tindakan seorang aparat penegak hukum yang tidak mencerminkan sikap yang semestinya melayani, mengayomi, dan melindungi.
Kemudian korban dan PH meninggalkan ruangan tersebut untuk menenangkan kondisi korban yang semakin terpuruk dan larut dalam kesedihan.
Penasehat Hukum membuat surat pengaduan kepada Ditreskrimum Polda Jawa Tengah pada tanggal 23 November 2022 dan korban diminta untuk klarifikasi pada tanggal 19 Desember 2022.
Korban bersama PH hadir di unit PPA Polda Jateng namun karena penyidik polisi wanita yang bertugas di unit 1 sedang cuti, maka klarifikasi dijadwalkan ulang.
Korban dan PH meminta agar pemeriksaan dilakukan oleh polisi wanita karena korban mengalami trauma berat.
Ketika menjalani pemeriksaan di unit 1 PPA Polda Jateng, korban kembali mengalami trauma berat, menangis, muntah-muntah terpapar kembali karena sikap dan perkataan Kanit PPA Polda Jateng, Kompol AS yang tiba-tiba nyelonong masuk ke ruangan pemeriksaan dan memotong proses pemeriksaan dengan berkata “kalau pelaku hari ini datang dan mau menikahi kamu, kamu maukan? Kamu sama-sama cintakan”
“Sikap dan perkataan pak Kompol AS membuat korban menangis histeris dan muntah sehingga saya meminta BAP dihentikan dan saya keluar ruangan berbicara kepada Kanit PPA”, ujar Ibu Nihayatul sebagai pendamping korban.
Karena sikap dan tindakan Kanit PPA tersebut, pendamping korban membuat surat pengaduan pelanggaran kode etik profesi kepada Kompolnas RI, Ombudsman RI, Kadivpropam Polri, Kabareskrim Polri, Kapolda Jateng, Kabidpropam Polda Jateng, dan Karo SDM Polda Jateng.
Pendamping membuat surat laporan pelanggaran kode etik profesi yang dilakukan oleh Kanit PPA Polda Jateng, Kompol AS dengan harapan yang sama seperti yang dilakukan oleh Kapolda Jateng terhadap Kasat Reskrim Boyolali sekitar Januari 2022. Dimana Kapolda Jateng mencopot Kasat Reskrim Boyolali dan melakukan mutasi akibat sikap dan tindakannya yang mencederai marwah kepolisian.
Namun sampai saat ini sejak surat dilayangkan pada tanggal 12 Maret 2023, belum ada Kapolda bertindak mencopot Kanit PPA Polda Jateng, Kompol AS seperti kasus Kasat Reskrim Boyolali.
“Kami hanya mendapatkan surat pemberitahuan tindak lanjut laporan/pengaduan pada tanggal 19 Mei 2023 bahwa laporan kami ditindaklanjuti oleh Kabidpropam Polda Jateng”, ujar pendamping
Sedangkan dari Kabidpropam Polda Jateng kami menerima SP3D pada tanggal 18 April 2023.
Dari Ombudsman RI kami menerima surat pada tanggal 14 April 2023, memberitahukan bahwa ditindaklanjuti oleh Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah.
Dari Kadivpropam Polri, kami menerima surat pemberitahuan bahwa laporan kami ditindaklanjuti oleh Kabidpropam Polda Jateng dengan nomor surat *B/2018-b/IV/WAS.2.4/2023/Divpropam.
Kami pendamping mendesak Kabidpropam Polda Jateng yang menangani laporan kami agar segera melakukan gelar perkara dan sidang kode etik dengan menghadirkan pelapor, terlapor dan saksi-saksi.
“Saat ini penyidik yang menangani laporan kami adalah AKP Djunaidi, SH dari Paminal Polda Jateng. Kami merasa laporan kami melambat dan tidak transparan karena kita menduga pangkat yang dilaporkan tidak sejajar dengan penyidiknya. Jadi kita merasa kuatir laporan kita menjadi masuk angin”, tambah pendamping.
“Masak menunggu harus viral ya baru ada fast respond”, ungkap pendamping
Ibu Romauli Situmorang sebagai aktivis perempuan dan anak bersama tokoh-tokoh nasional, Johnson Panjaitan, Saut Situmorang, Kak Seto juga menyoroti penanganan-penanganan kasus terhadap perempuan dan anak selama ini, no viral no justice. Padahal seharusnya kasus perempuan dan anak tidak boleh dilakukan penyelesaian dengan pendekatan no viral no justice, karena hal ini akan berdampak terhadap psikologis korban dan keluarga korban.
“Kami membuat laporan terhadap sikap dan tindakan Kanit PPA Polda Jateng, Kompol Agus dengan tujuan agar kedepannya polisi dapat melaksanakan tugasnya secara profesional khususnya yang bertugas di unit PPA yang menangani kasus terhadap kelompok yang rentan. Kami berharap kejadian-kejadian seperti ini tidak terulang lagi, sebab sangat mencederai hati masyarakat yang berjuang untuk keadilan khususnya perempuan dan anak sebagai korban”, ungkap pendamping
Begitu maraknya laporan pengaduan masyarakat terhadap kinerja polisi dalam penanganan kasus perempuan dan anak sebagai korban, semestinya dapat menjadi dasar yang sangat mendesak untuk pemenuhan janji Kapolri tentang pembentukan satu direktorat khusus anak dan perempuan. Sehingga kedepannya kita dapat melakukan penanganan-penanganan yang sesuai dengan amanat undang-undang.
(Red)